6 Desember 2014
Sabtu pagi atau
lebih tepatnya ketika jarum terpendek menunjuk angka 8 kami
bersembilan berangkat dari sekre paguyuban ke SLB Darmaputra, Semin,
Gunungkidul. Ini adalah kegiatan pertamaku setelah bergabung ke
paguyuban penerima beasiswa KSE (Karya Salemba Empat), dan sebenarnya
kegiatan ini lebih dikhususkan untuk mahasiswa yang memilih kegiatan
pengabdian sebagai feedback atas beasiswa yang diterima
“Mas Fauzan dulu
milih divisi apa?”
“He, divisi?”
“Iya pengabdian di
Semin atau mengajar?”
“Nggak tau mbak,
asal asik, saya ikut hehe.”
Ya begitulah, aku
mungkin termasuk spesies mahasiswa kupu-kupu tingkat dewa, tapi bukan
berarti aku terlalu apatis untuk hal-hal yang berbau softskill .
Beruntung sistem paguyuban ini tidak mengadopsi kerangka organisasi
(buktinya ga ada Ad/ART) yeay, terus
bentuknya gimana? Ya semacam paguyuban atau realisasinya lebih mirip
forum KKN IMHO lho ya :3
Perjalanan
dari Sleman ke Semin membutuhkan waktu sekitar 2 jam, ditempuh dengan
motor bebek. Karena ada sedikit insiden kecil, yaitu si leader
menghilang entah kemana dan ternyata dengan tanpa dosa dia mengabari
kami yang sedang panik dengan sms “Aku sudah sampai nih.”, yup
kita sampai di lokasi sekitar jam 11 siang.
Lokasi
SLB tidak terlalu menjorok ke pelosok, namun jika dilihat sekilas
sekolah ini agak 'aneh', untuk ukuran sekolah di desa, SLB Darmaputra
ini sangat keren, semua kelas full keramik, ada lahan praktek bertani,
kandang praktek beternak, instalasi biogas, ada lapangan yang bisa
digunakan untuk bermain basket, bakan sudah tersedia ring basketnya
uga. Meski keren, lingkungan sekitarnya masih sawah-sawah dan kebun,
tak jauh di belakangnya ada rumah warga. Nanti akan aku ceritakan
sejarah sekolah ini dari nol, dari bagaimana ada seorang mahasiswi
yang mengajar dari rumah ke rumah sampai akhirnya mahasiswi tersebut
mendirikan sekolah itu dari nol.
Secara
khusus kunjungan kami ke SLB adalah untuk memperbaiki instalasis
biogas yang sebelumnya juga dibuat oleh pihak paguyuban (dengan
bantuan para ahli tentunya).
Yang
agak mengecewakan sih ternyata jam sekolah sudah selesai, padahal
rencananya kita juga ingin ikut nimbrung di kelas. Kelas selesai
bukan berarti sekolah sepi, SLB Darmaputra ini selain digunakan
sebagai sekolah juga dimanfaatkan untuk menampung anak-anak yang
(maaf) ditelantarkan keluarga karena kondisi disabilitasnya, nanti
akan kuceritakan beberapa kisah dari mereka ini.
“Ngeeeng...
ciiiit!”
Seorang
anak 5 tahunan berlari sambil memegang kayu bingkai foto seolah-olah
dia sedang menyetir mobil, ia terlihat senang berlari menyusuri
koridor kelas
“Hey,
kamu siapa?” kuhentikan langkahnya dan kuelus rambut tipis yang
sepertinya belum pernah dibelai oleh orang tuanya. Aneh, anak ini
samasekali tidak memperhatikanku. Kupikir aku kurang interaktif,
kucoba lagi memanggilnya dan dengan sedikit memaksa kuambil bingkai
kayu ditangannya
“Hayu
siapa dulu namanya.”
Anak
laki-laki ini hanya diam saja mematung di depanku, akhirnya
kukembalikan lagi kayu itu dan dia kembali berlarian.
Itulah
pertama kalinya aku bertemu dengan SI Boy nama panggilan yang
kuberikan untuk dik Zidan, seorang anak dengan autisme.
![]() |
Main Skuter Sama Si Boy |
0 comments:
Post a Comment