Selalu Jaga Amanat Ilmiah Kawan!!! January 2015 | CORETAN KEHIDUPAN

Wednesday 7 January 2015

Pinggir Code

Aku 'tinggal' di masjid kampung, letaknya persis berseberangan dengan kampus dan hiruk pikuk kota Jogja. Jika kamu berjalan-jalan melewati jembatan teknik (jembatan pogung) tengoklah ke bawah, kamu akan menemui sudut lain dari kota Jogja di sepanjang bantaran Kali Code.


Rumah berderet-deret tanpa jelas ada pembatasnya, segerombolan anak-anak berlari-larian di sawah, memancing di sungai, berenang-renang di selokan mataran, sebuah sungai buatan disebelah Kali Code

“Oi Mas ayo berenang.”

Masih kuingat dek Irpan menyapaku, ia merasa senang dan sepertinya tidak menghiraukan lalu lalang orang di jalan raya yang melihat keasyikan mereka menyelami selokan itu.

Aku mendekati mereka, berdiri di jembatan kecil, dan tiba-tiba dari bawah jembatan itu muncul dek Ari sedang mengapung memberikan senyuman sambil menyodorkan tangannya.

“Salaman dulu mas.”

Di pinggir selokan ada Andi yang tampaknya enggan bergabung dengan teman-temannya, ia lebih memilih mengobrol denganku.

Aku tidak mau mengganggu kesenangan mereka. Di jaman sekarang jarang sekali anak-anak yang masih bisa bermain seperti itu, permainan yang terlepas dari gadget-gadget canggih.

“Jangan lupa TPA.”
“Iyyaaa.”

Sering aku berpikir kenapa ketimpangan hidup itu bisa benar-benar terlihat sangat jelas terasa di sini. Mereka yang tinggal di daerah atas cenderung hidup dalam kondisi serba berkecukupan, sedangkan mereka yang tnggal di bawah (sebutan untuk yang tinggal di sepanjang bantaran kali code) rata-rata tidak seberuntung yang di atas

Masjid tempat aku tinggal berada di antara daerah atas dan daerah bawah. Anak0anak di sini aku rasa hidup dalam kondisi yang keras, terbukti beberapa anak sering menggunakan kata-kata kotor atau makian ketika berbicara sesamanya. Aku tidak marah dengan sikap mereka itu karena memang keadaan dan lingkunganlah yang membentuk karakternya, apa yang bisa kulakukan, aku hanya bisa sekedar mengingatkan sambil bercanda layaknya kakak bagi mereka

Aku senang sekali ketika melihat mereka takjub ketika kuajak jalan-jalan ke lapangan basket teknik atau menikmati sejuknya Masjid Apung Pascasarjana. Mungkin bagi mereka UGM adalah istana yang tertutup kabut tebal. Suatu hari nanti kalian pasti bisa menyingkap kabut tebal itu aamiin.

Mari kuperkenalkan mereka

Yusuf, bandel dan bagi sebagian yang baru mengenalnya mungkin dianggapnya anak yang nakal, tapi sebenarnya ia sangat baik. Begitu juga dengan Irpan, bandel dan nakal, dan mungkin agak terkesan tinggi hati di mata teman-teman karena memang dia lebih unggul dalam membaca iqro', saudara dari Irpan ada Amal dan Ahmad, mereka baik sekali denganku, meskipun tidak sevokal anak yang lain, namun setiap tindakannya selalu membuatku bisa tersenyum.

Ari dan Dio, mereka bisa dianggap sebagai yang terunggul dianatar teman-temannya. Ari terkesan jauh lebih dewasa dalam menghadapi masalah karena ia hidup dalam keluaraga broken home. Jarang kutemui anak dari keluarga seperti itu bisa bertahan dan berkembang ke arah yang positif.

Lutfi, Endi, Riski tiga serangkai yang terajin datang ke TPA. Mereka baik sekali. Endi, lebih suka mengulang-ulang iqronya dari awal padahal sebenarnya ia sudah mampu untuk melangkah ke level yang lebih lanjut, namun hal itu kadang justru bagus baginya. Riski anak dari orang tua pemulung yang tempat tinggalnya di bantaran Code akan digusur, namun dengan semangat dan keceriaan yang selalu terpancar di wajahnya ia tetap melangkahkan kakinya ke masjid. Terakhir adalah Lutfi, anak terajin di TPA kami, hidup tanpa ayah namun masih bisa tersenyum bahkan mempunyai tekad kuat untuk belajar.

Masih banyak lagi anak-anak yang belum aku perkenalkan, yang pasti mereka pernah menjadi potongan frafmen yang kelak akan aku rindukan.

Dalam sebuah keterbatasan, dalam kondisi terburuk, dalam keadaan terlemah cobalah untuk membuka mata,

“Teman-teman yang mau mengaji di masjid harap segera datang karena sudah ditunggu oleh teman-temannya.”

Akan ada orang-orang yang senantiasa menunggumu, entah di suatu tempat dan di suatu masa.


Tersenyumlah hari ini dan bawalah perubahan untuk hari esok.  

[IMG_1655.jpg]
Jembatan Teknik

Butterfly Effect:Little action for bigger miracle

Apa itu butterfly effect​? Beberapa orang mengaitkan efek kupu-kupu ini dengan Chaos theory tapi aku lebih suka menghubungkannya dengan aksi kecil untuk keajaiban yang besar.

Jadi, apa itu butterfly effect? Istilah efek kupu-kupu ini sejatinya tidak berbicara menganai bagaimana pengaruh kupu-kupu dalam sistem reproduksi tumbuhan atau semacamnya.

Kamu percaya jika kepakan sayap kupu-kupu di hutan belantara Brazil mampu memicu timbulnya badai di Texas? Secara teori aku tidak tahu, namun sumber lain mengatakan bahwa hal tersebut secara teori bisa dibuktikan.

Tidak masalah jika kisah kupu-kupu berbadai itu hanya rekaan fiksi, karena di dunia ini yang namanya butterfly effect itu memang benar ada sebagai serangkaian sistem. Setiap sistem pasti mempunyai konstituen yang menjadi pemicunya, dalam kasus badai di Texas itu pemicunya adalah kepakan sayap kupu-kupu di hutan belantara Brazil, pemicuan badai oleh kupu-kupu inilah yang disebut sebagai butterfly effect.

Masih bingung? Berikut aku berikan contoh yang mungkin lebih mudah dimengerti

Malam sebelum UN Jono minum kopi karena susu bubuknya sudah habis, ia berpikir hal itu bukan masalah besar karena kopi membantunya tetap terjaga untuk belajar, namun yang terjadi justru Jono tidak bisa tidur sepanjang malam, keesokan harinya ia ketiduran dan terburu-buru berangkat ke sekolah, ternyata jalanan sudah mulai macet, dan Jono pun tidak bisa mengikuti ujian, ia kemudian dianggap gagal dan akhirnya memutuskan berhenti sekolah karena kecewa, nasibnya pun menjadi pengangguran.

Mungkin nasib Jono akan berbeda jika malam itu yang ia minum bukan kopi tapi air putih, dengan begitu ia bisa tidur, bangun, dan sampai sekolah tepat waktu, ia bisa mengerjakan soal ujian lulus, kemudian melanjutkan studinya hingga akirnya ia menjadi orang sukses yang bisa menciptakan lapangan kerja untuk orang lain

Mungkin ada yang bilang bahwa semua yang terjadi di atas adalah murni karena takdir. Iya, aku juga sepaham dengan itu karena tidak bisa dipungkiri bahwa kita hidup ini sudah diatur dalam takdir baik dan takdir buruk.

Kita samakan saja takdir dengan sistem (baca paragraf 4 biar analoginya nyambung)

Sistem tidak akan berjalan tanpa ada konstituen pemicu, dari contoh cerita Jono di atas, minuman kopi adalah pemicu serangkaian sistem yang berujung pada pengangguran, sedangkan pemicu berupa air putih akan berujung pada kesuksesan. Darimana kita bisa menyimpulkan hal ini?

Sebenarnya kita tidak akan pernah tahu pemicu awal dan ujung dari suatu sistem karena semua itu murni kehendak Allah. Yang bisa kita lakukan hanya melihat sebagian dari keseluruhan dari sistemnya

Tidak serta merta bahwa kepakan sayap kupu-kupu di hutan belantara Brazil adalah pemicu awal dari serangkaian sistem yang berujung timbulnya badai di Texas. Kita coba berpikir lebih jauh ke belakang, bagaimana kupu-kupu itu bisa berada di hutan Brazil? Kenapa kupu-kupu itu mengepakkan saya? Apa pemicunya?

Jadi, Butterflt effect adalah serpihan dari sistem besar yang diciptakan oleh Allah, kita mungkin tidak akan pernah tahu mengapa cabe berwarna merah, mengapa air laut berasa asin, mengapa ada siang, mengapa ada malam, dst, namun yang perlu kita sadari adalah bahwa kita ini sedang hidup di sebuah sistem yang semuanya saling berhubungan, satu hal kecil bisa menimbulkan sesuatu yang besar.


Kita tidak akan tahu ujung dari sistem yang melingkupi cerita hidup kita, apakah kita akan berujung pada Happioness ever after atau malah sebaliknya, namun yang pasti hal kecil yang kita lakukan saat ini akan mempengaruhi sesuatu yang lebih besar di masa mendatang, jangan pernah menunda meski hanya untuk kebaikan yang sangat kecil, percayalah dengan setitik benih itu kamu akan menemukan keajaiban di masa mendatang.

The Butterfly Effect Movie Poster
Film The Butterfly Effect

Sunday 4 January 2015

Dunia Paralel

Setiap orang punya imajinasi tanpa batas

Di dunia ini ada tujuh orang yang menjadi kembaran kita baik wajah maupun sifatnya. Jika ketujuh orang ini saling bertemu maka akan terjadi suatu keajaiban yang akan membawa kita ke dunia paralel. Membual? Aku cuma menulis dari apa yang aku dengar saja kok :3 lagian asik banget kan kalau kita bisa masuk ke dunia paralel itu.

Tapi bagiku, semirip apapun dua orang yang hidup di dunia ini, mereka tidak akan pernah mempunyai jalan cerita hidup yang sama, bahkan seorang kembar siam pun akan memiliki ketertarikan berbeda pada siapa yang ia benci dan siapa yang ia cintai, padahal bisa saja mereka mempunyai satu jantung. Bagaimana bisa, satu hati memiliki dua perasaan yang berbeda? Jadi sudah bisa dipastikan kalau 7/700 miliar lebih orang di dunia ini tidak akan pernah benar-benar sama. Adapun tentang dunia paralel itu adalah hal yang berbeda.

Bagiku dunia paralel itu ada dan nyata, tentu saja mereka tidak benar-benar eksis di dunia kita sekarang ini, dunia paralel hanya ada di dalam pikiran manusia, ia menjelma sebagai satu-kesatuan konstelasi yang tersusun dari dunia nyata yang sudah tereduksi di dalam pikiran kita, segala kenyataan di dunia paralel adalah residu dari apa yang kita rasakan di dunia nyata. Residu itu bisa berupa kebencian yang tidak terlampiaskan, kesenangan yang tak mampu dijelaskan, rasa cinta yang tidak mampu diungkapkan, dan segala perasaan yang terpendam tanpa bisa terbuncahkan di dunia nyata, semua itu akan mengendap di dunia paralel.

Mungkin di dunia nyata aku adalah orang yang lemah dan penuh pesimistis pada harapan, namun di dunia paralel bisa saja aku adalah prbadi yang benar-benar kuat, tangguh, dan obsesif, tapi bukan tidak mungkin sosokku di Opposite world itu justru lebih buruk dari diriku yang ada di dunia nyata.  

Selemah apapun manusia, ia akan selalu mempunyai potensi dan ambisi untuk melawan. Setitik ambisi inilah yang memberikan kekuatan pada diri kita di dunia paralel. Sedikit ambisi di dunia nyata akan menjadi sumber kekuatan tanpa batas di dunia paralel, sehingga mayoritas manusia merefleksikan dirinya-sendiri sebagai sosok yang tangguh di dunia paralel ini.  Sayangnya, ambisi itu akan mudah dikalahkan oleh kenyataan di Real world

“Kalau saja aku kuar.”
“Kalau saja aku tidak begini.”
“Kalau saja aku mempunyai ini dan itu.”

Di dunia paralel mungkin dia kuat, dia melakukan ini dan itu, dan dia mempunyai ini dan itu, tetapi semuanya akan runtuh jika sudah dihadapkan pada kenyataan, sehingga muncullah parasit 'kalau saja'.

Jangan pernah menghubungan dua dunia yang saling berkebalikan secara sembarangan  karena efek dari kegagalan sinkronisasi ini akan sangat fatal, gila adalah salah satu efek terburuknya

Bukan berarti kita tidak boleh menghubungkan kedua dunia ini secara toral dengan menciptakan dinding sebagai pembatas dunia nyata dan dunia paralel karena tanpa imajinasi yang kamu cipatakan di dunia paralel, hidupmu hanya akan seperti mayat hidup saja nantinya.

Hal terbijak adalah menjadikan dunia paralel sebagai dunia simulasi kehidupan nyata. Dan orang yang hebat di mata dunia adalah mereka yang berhasil mewujudkan simulasi itu ke dalam sesuatu yang nyata di Reak world.

100 tahun yang lalu orang akan menertawakan jika ada orang yang beranggapan bahwa dua manusia di belahan dunia yang berbeda bisa saling berkomunikasi dengan suara, lebih gila lagi jika hal tersebut bisa dilakukand dengan tatap muka. 1000 tahun yang lalau mungkin orang akan terpingkal mendengar jika ada orang yang beranggapan akan ada benda yang bisa membuatmu terbang di langit.

I believe, the world is full of imagination from us.and I believe, the love is the biggest imagination which can made by someone

Ana kamu adalah salah satu unsur pembentuk dunia paralelku, semua simulasi sudah aku susun di dunia itu, disana aku melihatmu tersenyum. Hanya saja aku belum bisa membuat semua itu nyata

Cita-cita, harapan, obsesi adalah bagian dari imajinasi, doa, semangat, keberanian, kepercayaan, dan keberuntungan adalah energi yang mampu membuatnya menjadi nyata.

Parallel World

When You Grow Up

Kapan kamu benar-benar merasa bahwa semua tentangmu sudah tumbuh dewasa?

Kata orang jaman dulu, manusia itu hidup dalam fase-fase yang berputar melingkar namun ujung lingkarannya tidak pernah menyatu sebab ujung dari lingkaran itu adalah kematian.

Manusia hidup dimulai dari fase prelife yaitu masa dimana ia hidup di alam kandungan, kemudian ia lahir dalam suasana tawa sanak ssaudaranya, waktu itu ia disebut bayi, semakin bertambah tahun ia tumbuh menjadi anak-anak sampai ia akan menemui masa-masa peralihan dan akhirnya ia benar-benar menjadi sosok orang dewasa.

Kapan kamu menjadi dewasa? Saat umur sudah semakin tua?

Semakin seseorang tumbuh dewasa ia akan masuk pada fase penuaan atau aku lebih suka menyebutnya tahap pereduksian mental. Pada fase ini, kondisi psikologis manusia akan kembali ke fase peralihan remaja-bayi-afterlife. Konsep ini aku dapat ketika aku berada di fase peralihan

Seorang guru SMA memberikan sedikit pandangannya bahwa orang tua yang selama ini merawat kita dari bayi sampai tumbuh dewasa nantinya akan mengalami masa kebalikan dimana mereka akan berganti dirawat oleh anak-anaknya. Beliau melanjutkan, tingkah laku kita semasa dirawat oleh orang tua akan kita rasakan balik ketika kita merawat orang tua dimasa senja.

Dahulu kamu belum bisa buang air sendiri karena tubuhmu belum bisa bergerak leluasa, ayah dan ibulah yang pada akhirnya dan yang sudah seharusnya akan merawatmu, membersihkan kotoran-kotoranmu itu. Apakah lantas mereka marah karena itu?

Dahulu kamu belum bisa bicara, kamu hanya bisa merengek dan menangis, ayah dan ibumu tidak tahu apa yang sebenarnya kamu inginkan, namun insting orang tua membuat mereka bisa memahami rewelanmu itu. Apakah mereka marah karena hal itu?

Ketika kamu mulai tumbuh menjadi remaja, kamu ingin dibelikan ini dan itu, ayah dan ibumu tidak tahu bagaimana bisa mendapatkannya, namun kamu tetap saja memaksa dan pada titik tertentu kamu melakukan aksi protes dengan membanting daun pintu, tidak mau makan, marah-marah, atau bahkan pergi dari rumah. Lagi-lagi insting orang tua membuat ayah dan ibu rela mengorbankan apapun agar kamu bisa kembali lagi dan merasa nyaman. Apakah waktu itu orang tuamu marah? Mungkin iya, jika iya coba perhatikan lebih lekat lagi, apakah mereka benar-benar marah?

Seiring bertambah dan bertambahnya usiamu, ayah dan ibumu akan selalu tersenyum mengantarkanmu ke singgasana tempat dimana belahan jiwa siap bersanding denganmu di sana, setelah itu kamu harus mulai berperan menjadi orang tua bagi anak-anakmu kelak

Dan saat itulah roda itu berputar

Ayah yang dahulu gagah dan kuat, selalu bisa menjadi yang pertama tempat mengadu ketika sepeda kita rusak, lampu kamar mati, air keran bocor kini ia tidak mampu lagi membuat segala keajaiban itu. Saat itulah kamu tidak boleh marah karena ia tidak mampu lagi kamu andalkan

Ibu yang dahulu menyuapi kita, selalu menyisihkan daging ayam terbaik untuk kita, manghalau nyamuk ketika kita tidur, khawatir kita kedinginan, kini ia terbaring lemah tak mampu lagi memberikan keajaiban itu lagi. Saat itulah kamu tidak boleh marah

Jadi, kapan kamu benar-benar tumbuh menjadi dewasa?

Jika aku diberikan pilihan, aku tidak akan mau menjadi dewasa. Dewasa hanyalah titik tolak dimana kamu akan kembali lagi menjadi lemah. Sungguh aku tidak ingin tumbuh menjadi dewasa, aku hanya ingin tumbuh menjadi diriku sendiri sampai aku mati. Menjadi sosok anak yang selalu dirindukan ayah dan ibu, menjadi sosok yang hangat diantara teman-teman, menjadi sosok yang ceria, dimata sahabat, menjadi sosok yang bisa diandalkan oleh anak-anakku kelak, menjadi sosok yang selalu bisa memberikan pundak untuk sandaran istriku ketika ia lelah.

Aku akan berharap menjadi dewasa, jika dewasa itu bukanlah fase, jika dewasa itu bukan titik puncak kehidupan, jika dewasa itu bukan ukuran kematangan, jika dewasa itu bukan titik balik.

Aku ingin sekali menjadi dewasa, jika ia adalah proses hidup sampai mati, proses hidup yang selalu menbuat kita semakin sadar, proses hidup yang senantiasa memberikan pengajaran sampai mati, proses hidup yang selalu bisa mengajarkan kita tentang arti kebahagiaan yang sesungguhnya.

Ana jika itu memang benar, aku ingin tumbuh dewasa bersamamu

When You Grow Up

Tetes Hujan Pertama

Matahari tak selamanya berwarna cerah
Langit pun tak selamanya berawan putih
Hijau rumput juga tak selalu sama
Mawar pun tak selalu berkelopak merah
Tidak ada yang bisa mengalahkan
Hangatnya cinta di musim hujan

Anak laki-laki bodoh berlari-lari
Berputar senang dibawah rintiknya hujan
Tatapan kecilnya menengadah ke hamparan kelabu
Membentangkan pandangan ke segala arah
Berharap titik hujan pertama ia dapatkan
Di hidun kecilnya yang mulai tumbuh itu

Tetesan hujan pertama membawa keajaiban
Mewujudkan cinta pertama yang ia percaya

Gadis kecil berlari kecil
Berpayung besar di tengah rintiknya hujan
Tersenyum manis pada anak laki-laki itu
Seakan ia membawa kabar
“Akulah yang mendapatkan tetesan hujan pertama”

First Rain

Saturday 3 January 2015

Si Boy dari Semin

6 Desember 2014

Sabtu pagi atau lebih tepatnya ketika jarum terpendek menunjuk angka 8 kami bersembilan berangkat dari sekre paguyuban ke SLB Darmaputra, Semin, Gunungkidul. Ini adalah kegiatan pertamaku setelah bergabung ke paguyuban penerima beasiswa KSE (Karya Salemba Empat), dan sebenarnya kegiatan ini lebih dikhususkan untuk mahasiswa yang memilih kegiatan pengabdian sebagai feedback atas beasiswa yang diterima

“Mas Fauzan dulu milih divisi apa?”
“He, divisi?”
“Iya pengabdian di Semin atau mengajar?”
“Nggak tau mbak, asal asik, saya ikut hehe.”

Ya begitulah, aku mungkin termasuk spesies mahasiswa kupu-kupu tingkat dewa, tapi bukan berarti aku terlalu apatis untuk hal-hal yang berbau softskill . Beruntung sistem paguyuban ini tidak mengadopsi kerangka organisasi (buktinya ga ada Ad/ART) yeay, terus bentuknya gimana? Ya semacam paguyuban atau realisasinya lebih mirip forum KKN IMHO lho ya :3

Perjalanan dari Sleman ke Semin membutuhkan waktu sekitar 2 jam, ditempuh dengan motor bebek. Karena ada sedikit insiden kecil, yaitu si leader menghilang entah kemana dan ternyata dengan tanpa dosa dia mengabari kami yang sedang panik dengan sms “Aku sudah sampai nih.”, yup kita sampai di lokasi sekitar jam 11 siang.

Lokasi SLB tidak terlalu menjorok ke pelosok, namun jika dilihat sekilas sekolah ini agak 'aneh', untuk ukuran sekolah di desa, SLB Darmaputra ini sangat keren, semua kelas full keramik, ada lahan praktek bertani, kandang praktek beternak, instalasi biogas, ada lapangan yang bisa digunakan untuk bermain basket, bakan sudah tersedia ring basketnya uga. Meski keren, lingkungan sekitarnya masih sawah-sawah dan kebun, tak jauh di belakangnya ada rumah warga. Nanti akan aku ceritakan sejarah sekolah ini dari nol, dari bagaimana ada seorang mahasiswi yang mengajar dari rumah ke rumah sampai akhirnya mahasiswi tersebut mendirikan sekolah itu dari nol.

Secara khusus kunjungan kami ke SLB adalah untuk memperbaiki instalasis biogas yang sebelumnya juga dibuat oleh pihak paguyuban (dengan bantuan para ahli tentunya).

Yang agak mengecewakan sih ternyata jam sekolah sudah selesai, padahal rencananya kita juga ingin ikut nimbrung di kelas. Kelas selesai bukan berarti sekolah sepi, SLB Darmaputra ini selain digunakan sebagai sekolah juga dimanfaatkan untuk menampung anak-anak yang (maaf) ditelantarkan keluarga karena kondisi disabilitasnya, nanti akan kuceritakan beberapa kisah dari mereka ini.

Ngeeeng... ciiiit!”

Seorang anak 5 tahunan berlari sambil memegang kayu bingkai foto seolah-olah dia sedang menyetir mobil, ia terlihat senang berlari menyusuri koridor kelas

Hey, kamu siapa?” kuhentikan langkahnya dan kuelus rambut tipis yang sepertinya belum pernah dibelai oleh orang tuanya. Aneh, anak ini samasekali tidak memperhatikanku. Kupikir aku kurang interaktif, kucoba lagi memanggilnya dan dengan sedikit memaksa kuambil bingkai kayu ditangannya

Hayu siapa dulu namanya.”

Anak laki-laki ini hanya diam saja mematung di depanku, akhirnya kukembalikan lagi kayu itu dan dia kembali berlarian.


Itulah pertama kalinya aku bertemu dengan SI Boy nama panggilan yang kuberikan untuk dik Zidan, seorang anak dengan autisme.

Main Skuter Sama Si Boy

First Modus: Fiuuh... Uhuk

Kenakalan anak-anak ketika shalat itu tidak hanya sekedar perang sarung, injak-injakan kaki, colek-colekan yang berujung dorong-dorongan, mengganggu imam dengan suara-suara aneh. Yang lebih seru dari itu semua adalah bermain tempel kumbang (bahasa Jawanya wangwung).

Biasanya anak-anak kampung, akan berburu kumbang yang sebesar jempol kaki ini setelah shalat maghrib, lokasi yang paling sering kami sambangi adalah pertigaam lampu jalan dekat masjid. Tidak sulit untuk mencarinya, tapi cukup kita ambil satu, masukkan plastik, dan sembunyikan.

Anak-anak pembawa kumbang ini biasanya akan berdiri di shaf paling belakang. Selain karena dirasa akan lebih aman, posisi paling belakang juga memungkinkan bagi anak laki-laki untuk tebar pesona dan menjatuhkan kawannya di depan anak-anak cewek yang shalat di beranda masjid, tepat di belakang shaf terakhir jamaah laki-laki.

“Ri, Ri, mana cepetan.”

Ari sebagai pemegang kumbang pun beraksi ketika semua jamaah sedang sujud.

“Ah kampreeeet.”

Saat itulah aku percaya ungkapan musuh terbaik adalah teman baikmu sendiri. Ketika aku sujud terasa ada sesuatu yang bergerak di pantat. Allahuakbar... Pak Haji sudah berdiri, semua jamaah juga sudah berdiri, aku masih sujud tak berani bergerak karena sudah bisa dipastikan akan ada orang dibelakang sana yang akan tertawa. Allahuakbar... dengan sigap aku berdiri dan mengambil kumbang itu. Plok.

“Rasain”

Ari tampaknya belum menyadari ada sesuatu yang menempel di punggungnya.

***

Usai shalat isya, Pak Amin langsung memberikan petuah-petuah sebelum memberangkatkan pasukan takbir keliling untuk anak-anak

“Pokoknya, boleh bawa petasan.”
“Jos pak.” teriak Joko yang sudah siap dengan serenteng petasan cabe
“Tapi cuma dibawa, tidak boleh disumet.”

Anak-anak sibuk menyiapkan oncor yang sudah mereka buat pagi hari sebelumnya, aku dan Ari berniat tidak membawa oncor karena kami akan melakukan aksi 'ngerokok keren' saat takbir keliling. Kami sengaja berjalan di posisi paling belakang agar tidak terlalu menjadi pusat perhatian orang-orang di depan yang didominasi anak cewek dan mas-mas.

“Ini pasti keren Sak.”
“Jelas.”

Dalam hati sebenarnya malas banget ngerokok di tengah keramaian, salah-salah nanti ada yang ngelapor ke orang tua, padahal bapak sangat menentang anaknya menjadi perokok meskipun dia sendiri sebenarnya tidak bisa lepas dari rokok.

Fiuuh... Dodit sudah mengepulkan asap Mild-nya, kelihatannya ia tidak pernah ragu melakukan sesuatu padahal bapaknya termasuk orang yang ketat. Fiuh... uhuk... nah kalau yang ini aku dan Ari yang mengepulkan asap Sampoerna.

Beberapa anak cewek dari barisan depan memperhatikan kami

Lah, kenapa dibuang Sak.” protes Ari yang sepertinya sudah terbiasa dengan aroma rokok itu
Jatuh sendiri Ri.”

Ana, aku rasa kamu tidak menyukai anak laki-laki yang merokok apalagi ketika takbir keliling

First Modus:Ngerokok (Preparing)

Ada satu masa dimana aku benar-benar berpikir dan yakin bahwa tidak merokok sama dengan tidak keren. 12 Tahun, aku rasa umur yang terlalu muda untuk menyerap konsep 'keren' pada ungkapan tersebut, aku senang bisa merasakannya :army

“Dit, ada rencana malam ini?”
“Rencana apaan Ri, Dit?”

Aku dan Ari tidak terlalu akrab dengan Dodit, namun kita saling mengenal sebagai teman satu komplek, diantara kami bertiga Dodit termasuk 'kiblat' bagi cowok kampung yang ingin terlihat keren, selain umurnya lebih tua dan lebih terkesan pintar, ia juga memiliki attitude yang jarang dimiliki anak-anak kampung seperti kami. Pendiam, penyendiri, dan perokok, seakan dia ingin menggumamkan pada anak-anak yang melihatnya “Apa bro lihat-lihat sini joinan.”. Meskipun penampilannya street banget, tetapi terbukti ia tidak rebel dan cukup tahu batasan, buktinya ia ikut buka bareng di masjid komplek. husnudzon :3

“Biasalah.” jawab Dodit cuek

Hm, keren sekali bukan jawabannya.

“Beli dimana, harganya?” timpal Ari

Aku tidak tahu maksud dari “biasalah” dan “Beli dimana dan harganya berapa”. Ari ini bisa dikatakan satu spesies dengan Dodit, tapi belum sampai ke tahap master, maklum bapaknya polisi.

“Depan kecamatan, sepuluh ribu juga kembali, kelas Mild sih.”

Selepas maghrib Aku dan Ari langsung cabut ke toko klontong depan kecamatan

“Sak mana lima ribu, tambah seribu buat beli korek sekalian.”
“Sialan kamu Ri, beli dua, biar ga repot bagi-baginya.”
“Iya mana uangnya.”

Seumur-umur baru kali ini aku membeli rokok, sebelumnya cuma pernah menjilat ujung kapas rokok yang rasanya manis. Menurutku, rokok adalah simbol kejantanan dan kekerenan seorang laki-laki di mata cewek, apalagi suasana saat itu sangat mendukung sekali untuk melakukan operasi pemodusan di depan cewek-cewek komplek.

“Ri ayo coba dulu lah.”
“Ntar aja, pas takbiran, disini ga aman.”
“Ga aman gimana, lapangan sepi kayak gini.”
“Oke-oke, itung-itung buat latihan.”
“Iyalah, malu dong kalo nanti pas showtime kita salah nyumetnya.”

Fiuuuh uhuk.. uhuk... hoek... cuih... Kira-kira seperti itulah paduan suara kami berdua setelah menyesap seputung rokok Sampoerna.

Aseeem, apaan nih.”
Udah tahan aja Sak ntar juga terbiasa.”
Terbiasa gundulmu.”


Friday 2 January 2015

KOPI PAGI

Pernahkah merasa di suatu pagi, kopi pahit yang kalian nikmati tiba-tiba terasa manis? Aku pernah, dan itu membuatku mulai menyukai kopi. Aku percaya, setiap orang tidak akan benar-benar tahu kapan dan kenapa kopi itu akan terasa sangat nikmat. Bahkan seorang barista kelas dunia pun tidak akan pernah mengerti mengapa kopi yang kuseduh pagi ini bisa kehilangan rasa pahitnya, padahal seorang pujangga pernah mengklaim bahwa sesempurna apapun kopi, ia tak akan pernah kehilangan bagian pahitnya.

Lupakanlah tentang filosofi kopi ini. Apapun itu, aku percaya, sesuatu akan lebih indah tanpa harus kita ketahui apa yang tersembunyi dibaliknya.

mJarum terpendek sudah menunjuk angka tiga pagi, dan aku masih tidak tahu apa yang harus aku tulis
Layar di depanku masih putih bersih layaknya krimer di atas secangkir coffe latte yang sedang berusaha kutaburi dengan bulir-bulir coklat.

Sebab cinta tak harus bicara, seperti burung gereja yang tak punya alasan untuk memilih pasangannya, cinta itu sederhana, ia tak butuh untaian kata untuk menunjukkan ...

Ah, sudah kuduga, aku ini memang tak pandai mengggombal. Biarlah, toh orang bilang cinta dan benci itu beda tipis. Jika hal itu memang benar maka aku tidak tahu, saat ini aku sedang mencinta atau membenci seseorang

Kunci yang hilang itu perlahan kutemukan kembali bersama kepulan asap tipis kopi pagi ini. Asap tipis yang kian kabur, aroma manis dan hangatnya membawa deburan angin masa lalu. Tipis, tak dapat teraba, tetapi begitu hangat terasa.

Kunci dari kotak yang menyimpan berlusin-lusin kenangan tentang dia, gadis kecil dan senyuman merah di wajahnya. 

Kutatap layar putih didapanku lekat-lekat, muncul bayangan sepasang anak bermain samisen di bawah pohon oak basah. Mereka tiba-tiba berlari kesana kemari menikmati guyuran hujan yang terlalu cepat mereda.

Bayangan dua pasang anak kecil itu perlahan menghilang, seperti asap kopi pagi yang kian memudar tertiup angin musim gugur yang menghamburkan helai-helai bunga sakura di sore hari.
Layar putih di depanku kembali normal

Aku menyerah
Kuakhiri saja tulisan ini.


Sebab cinta tak harus bersama.

Prolog:Fragmen

Aku tidak tahu nama lengkapmu, aku tidak yakin kamu pernah berbicara denganku, aku bahkan tak yakin kamu mengenaliku. Tapi semua fragmen kecil tentangmu meyakinkanku bahwa aku memang terjerat oleh gravitasi yang kamu ciptakan selama lebih dari tujuh belas tahun dan kini aku kembali mencoba menyusun kembali serpihan ingatan itu. Akan kupastikan bahwa semua ini adalah tentang cinta

***

Aku percaya bahwa cinta bukanlah masalah siapa yang mencari dan siapa yang dicari. Lebih penting dari itu, ia lebih tergantung pada keberanian untuk memastikan dan kesiapan untuk dipastikan. Kamu pikir mungkin aku ini hanya orang yang pandai membual saja?yakinlah, tidak ada yang lebih profesional dari seorang laki-laki yang sudah tujuh belas tahun dipenjara oleh seorang gadis ke dalam kenangannya sendiri. Seorang gadis kecil bernama Ana, sepeda merah marun beroda empat, pertigaan sekolah, pohon beringin, kebun samping masjid, rumah kayu, dan lem kertas cair. Aku menyebut kenangan iu sebagai fragmen.

Setiap manusia memiliki kisah hidup yang terdiri dari susunan fragmen-fragmen kecil. Setiap fragmen tersebut berwujud kenangan-kenangan yang akan selalu hidup dan terhubung, layaknya puzle. 

"Ana"  sebuah nama yang menjadi fragmen pertamaku


Ana, kau berhasil menjeratku sampai sejauh ini dan aku tidak tahu bagaimana cara untuk bisa lepas. Semua yang aku perjuangkan selama ini selalu berporos padamu. Hidupku seolah-olah hanya berputar-putar berotasi dengan kamu sebagai pusatnya, seperti bulan mengelilingu bumi, ia dekat dan terlihat saling menatap, tapi keduanya tak bisa saling menjangkau.

Ana, jika aku diberikan kesempatan untuk kembali ke masa itu, hanya dua hal yang sangat ingin aku lakukan, yaitu memastikan bahwa semua fragmen-fragmen kecil tentangmu itu bukanlah khayalan dan akan aku catat siapa nama lengkapmu biar aku tidak repot lagi mencarimu.

Oke, akan kumulai hari ini.