Kenakalan anak-anak
ketika shalat itu tidak hanya sekedar perang sarung,
injak-injakan kaki, colek-colekan yang berujung dorong-dorongan,
mengganggu imam dengan suara-suara aneh. Yang lebih seru dari itu
semua adalah bermain tempel kumbang (bahasa Jawanya wangwung).
Biasanya anak-anak
kampung, akan berburu kumbang yang sebesar jempol kaki ini setelah
shalat maghrib, lokasi yang paling sering kami sambangi adalah
pertigaam lampu jalan dekat masjid. Tidak sulit untuk mencarinya, tapi cukup kita ambil satu, masukkan plastik, dan sembunyikan.
Anak-anak pembawa
kumbang ini biasanya akan berdiri di shaf paling belakang.
Selain karena dirasa akan lebih aman, posisi paling belakang juga
memungkinkan bagi anak laki-laki untuk tebar pesona dan menjatuhkan
kawannya di depan anak-anak cewek yang shalat di beranda masjid,
tepat di belakang shaf terakhir jamaah laki-laki.
“Ri, Ri, mana
cepetan.”
Ari sebagai pemegang
kumbang pun beraksi ketika semua jamaah sedang sujud.
“Ah kampreeeet.”
Saat itulah aku
percaya ungkapan musuh terbaik adalah teman baikmu sendiri. Ketika
aku sujud terasa ada sesuatu yang bergerak di pantat. Allahuakbar...
Pak Haji sudah berdiri, semua
jamaah juga sudah berdiri, aku masih sujud tak berani bergerak karena
sudah bisa dipastikan akan ada orang dibelakang sana yang akan
tertawa. Allahuakbar... dengan
sigap aku berdiri dan mengambil kumbang itu. Plok.
“Rasain”
Ari
tampaknya belum menyadari ada sesuatu yang menempel di punggungnya.
***
Usai
shalat isya, Pak Amin langsung memberikan petuah-petuah sebelum
memberangkatkan pasukan takbir keliling untuk anak-anak
“Pokoknya,
boleh bawa petasan.”
“Jos
pak.” teriak Joko yang sudah siap dengan serenteng petasan cabe
“Tapi
cuma dibawa, tidak boleh disumet.”
Anak-anak
sibuk menyiapkan oncor yang sudah mereka buat pagi hari
sebelumnya, aku dan Ari berniat tidak membawa oncor karena
kami akan melakukan aksi 'ngerokok keren' saat takbir keliling. Kami
sengaja berjalan di posisi paling belakang agar tidak terlalu menjadi
pusat perhatian orang-orang di depan yang didominasi anak cewek dan mas-mas.
“Ini
pasti keren Sak.”
“Jelas.”
Dalam
hati sebenarnya malas banget ngerokok di tengah keramaian,
salah-salah nanti ada yang ngelapor ke orang tua, padahal bapak sangat menentang anaknya menjadi perokok meskipun
dia sendiri sebenarnya tidak bisa lepas dari rokok.
Fiuuh... Dodit
sudah mengepulkan asap Mild-nya, kelihatannya ia tidak pernah ragu
melakukan sesuatu padahal bapaknya termasuk orang yang ketat. Fiuh...
uhuk... nah kalau yang ini aku
dan Ari yang mengepulkan asap Sampoerna.
Beberapa
anak cewek dari barisan depan memperhatikan kami
“Lah,
kenapa dibuang Sak.” protes Ari yang sepertinya sudah terbiasa
dengan aroma rokok itu
“Jatuh
sendiri Ri.”
0 comments:
Post a Comment