Sekilas tentang Ujian Akhir Nasional
Ujian Akhir Nasional (UAN) memang menjadi momok tersendiri di dunia pendidikan Indonesia. Ada kalangan yang sangat setuju dengan pelaksanaan UAN tapi di lain pihak ada juga yang menentang habis-habisan dengan mengatakan UAN hanyalah sebuah akal-akalan Pemerintah saja. Terlepas dari isu-isu negatif tersebut ,saya akan membahas masalah pro kontra UAN itu secara apa adanya.
. Pemerintah melalui Depertemen Pendidikan berharap dengan diadakannya UAN akan mampu meningkatkan standar mutu pendidikan di Indonesia dari tahun ke tahun. Selain itu, melalui UAN juga akan diketahui seperti apa kualitas pendidikan di Indonesia secara general (menyeluruh). Mengapa saya katakan bahwa Pemerintah melakukan penggeneralisasian pada UAN, hal itu dikarenakan Pemerintah sendiri memukul sama rata pada semua institusi pendidikan dari SD, SMP,SMA dan sederajat di seluruh wilayah Indonesia dengan standar penilaian yang sama untuk masing-masing tingkat.
Dari penggeneralisasian oleh pemerintah tersebut justru akan memunculkan suatu ketimpangan tingkat pendidikan antara wilayah satu dengan wilayah yang lain. Kita lihat saja secara kasat mata bahwa pada kenyataannya tingkat pendidikan di wilayah Indonesia Barat lebih tinggi daripada di wilayah Indonesia Timur. Ini juga mengindikasikan bahwa tingkat pendidikan di Indonesia belum sepenuhnya merata. Sekarang kita bayangkan bagaimana bisa ketimpangan tersebut mampu disetarakan hanya dengan suatu standar nilai nasional yang terwujud dalam UAN. Sebenarnya kunci dari peningkatan mutu pendidikan nasional bukan terletak pada semakin tingginya nilai standar kelulusan nasional dari tahun ke tahun melainkan terletak pada sejauh mana tingkat pemerataan pendidikan itu sendiri.
Kontroversi Ujian Akhir Nasional
Sebenarnya program UAN yang dilaksanakan Pemerintah ini memiliki beberapa kontroversi, salah satunya adalah sistem penilaian hanya dilakukan pada satu bidang, yaitu bidang pengetahuan saja. Padahal harus diketahui bahwa mutu pendidikan tidak hanya dinilai dari aspek kognitif saja tapi juga aspek ketrampilan (psikomotorik) dan aspek sikap (afektif).
Dilihat dari aspek psikologispun pelaksanaan UAN ini sangat merugikan bagi mental para peserta didik. Nilai standar kelulusan yang tiap tahun makin ditingkatkan, bahkan untuk tahun ini nilai standar kelulusan adalah 5,25. Hal ini membuat cemas pada sebagian peserta didik. Mereka merasa tertekan dengan tuntutan tersebut dan mau tidak mau harus bisa mencapai nilai minimal tersebut. Mereka yang merasa tertekan akan menghalalkan segala cara untuk bisa lulus, diantaranya adalah:
Membeli kunci jawaban dari oknum-oknum tertentu
Hal ini sudah bukan menjadi rahasia lagi di kalangan pelajar dan pengajar. Saya mendapat informasi langsung dari seorang guru di salah satu SMA Negeri di Sukoharjo bahwa transaksi kunci jawaban UAN memang benar adanya, bahkan para oknum penjual tidak ragu lagi untuk mendatangi sekolah tersebut dengan terang-terangan.
Parahnya lagi para orang tua ataupun pihak guru cenderung bersikap pasif atau bahkan berinisiatif mencarikan kunci untuk anak didiknya. Para guru tidak ingin citra sekolah menjadi buruk hanya karena ada anak didiknya yang tidak lulus. Begitupula dengan para orang tua, meraka tidak ingin citra keluarga menjadi turun di mata masyarakat hanya karena anaknya tidak lulus.
Mencontek
Sudah menjadi tradisi di beberapa kalangan pelajar bahwa mencontek sudah menjadi keharusan, apalagi dalam UAN. Modus yang mereka lakukan untuk mencontekpun bermacam-macam, diantaranya dengan membawa buku catatan ke ruang ujian,
Dalam satu ruang ujian biasanya ada satu atau beberapa anak yang dijadikan sebagai pencontek dan yang lain sebagai pelindung agar pengawas tidak curiga pada si pencontek. Untuk penyebaran jawaban dalam satu kelaspun sangat mudah yaitu dengan ponsel ataupun sobekan kertas
Tindakan-tindakan irasional
Bagi mereka yang mentalnya sangat tertekan akan rela melakukan hal yang irasional untuk bisa lulus, salah satunya adalah dengan meminta bantuan dukun atau hal-hal mistik yang diluar akal sehat.
Hal-hal diatas benar-benar menunjukkan betapa UAN bisa membuat peserta didik terganggu psikologisnya. Bukankah seharusnya UAN mampu menjadi tolok ukur tingkat pendidikan, kalau pada kenyataannya banyak kecurangan dan kontroversi yang ditimbulkan, apakah masih pantas jika UAN dijadikan alat peningkat mutu pendidikan nasional dan penentu kelulusan?
Ujian Akhir Nasional dihapuskan?
Untuk tahun pelajaran 2009/2010 kemarin sebenarnya Komisi X DPR mendesak pemerintah untuk menghapus pelaksanaan UAN dengan mengembalikannya ke Ujian Akhir Sekolah Berstandar Nasional (UASBN), yaitu ujian dari masing-masing sekolah dengan penyesuaian bobot soal dari pusat.
Berikut saya kutip dari www.kompas.com mengenai pernyataan dari Wakil Ketua Komisi X Heri Ahmadi tentang usulan penghapusan UAN tersebut "Ujian Akhir Sekolah Berstandar Nasional itu pernah diusulkan tapi ditolak. Tapi untuk SD, pemerintah mendengarkan usulan kami untuk melaksanakan ujian sekolah bukan ujian nasional,". Pada kenyataannya pihak Pemerintah justru tetap melaksanakan UAN, bahkan standar kelulusanpun semakin dinaikkan tanpa mempertimbangkan dampak buruk dibalik UAN tersebut.
Lebih lanjut ia menjelaskan mengapa penghapusan UAN perlu dilakukan. "Hal yang paling mendasar, berdasarkan Pasal 28 ayat 1 UU No 23 Tahun 2003 dikatakan kewenangan untuk menilai berada pada pendidik. Jadi, bukan oleh birokrat."
Apa yang diungkapkan Wakil Ketua Komisi X Heri Ahmadi tersebut menunjukkan bahwa kesalahan memang terletak pada Pemerintah. Sesuai pasal tersebut seharusnya yang berhak menentukan kelulusan para peserta didik adalah pihak pendidik itu sendiri. Dalam hal ini seharusnya Pemerintah hanya berperan sebagai fasilitator bukan sebagai eksekutor.
Tapi saya mengakui keberanian dari Pemerintah untuk tetap melaksanakan UAN yang notabene juga memakan dana dan tenaga yang tidak sedikit ini. Bagaimana tidak, disaat masih banyak struktur-struktur pendidikan diantaranya kualitas tenaga pendidik, fasilitas belajar mengajar, kompetensi dasar dan hal vital lainnya yang perlu adanya perbaikan dan peningkatan tapi Pemerintah justru sudah mengambil langkah yang lebih jauh dengan peningkatan standar nilai kelulusan. entah apakah langkah ini terlalu terburu-buru atau tidak tapi yang pasti keberanian Pemerintah dalam hal ini perlu diacungi jempol.
Kesimpulan
Pelaksanaan Ujian Akhir Nasional (UAN) memang tidak sepenuhnya salah, karena dengan adanya UAN ini mutu pendidikan di Indonesia bisa diperbaiki. Tapi untuk saat ini pelaksanaan UAN justru menjadi momok bagi sebagian kalangan, karena banyaknya kontroversi yang timbul dari pelaksanaan UAN tersebut.
Pemerintah seharusnya lebih mengerti permasalahan sebenarnya dari rendahnya kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) Indonesia. Kesalahan bukan terletak pada rendahnya nilai standar kelulusan nasional, tapi justru terletak pada rendahnya kesempatan belajar bagi anak kurang mampu. rendahnya kualitas pendidik, fasilitas belajar mengajar yang kurang memadai, tingkat pemerataan pendidikan yang rendah dan lain sebagainya.
Alangkah baiknya dalam hal ini Pemerintah tidak terburu-buru melaksanakan UAN. Pemerintah seharusnya membenahi terlebih dahulu permasalahan-permasalahan tersebut agar tidak terjadi ketimpangan tingkat pendidikan dan supaya peningkatan mutu pendidikan nasional mampu berjalan dengan sukses.